SECERCAH HENING
Senin, 4 November 2024
Luk 14: 12-14
Terpana oleh kasih,
Tulus tanpa pilih pilih
Tergerak tuk silih asih
Memberi tanpa pamrih.
Ketulusan yg sejati itu mahal. Letak mahalnya bukan karena tidak bisa dibeli, tetapi ketulusan adalah sikap yg lahir dari sebuah kematangan ‘self management’. Ketulusan terbangun dari seseorang yg sudah selesai dengan dirinya sendiri dalam berbagai aspek. Budaya “take and give” membuat setiap kebaikan yang kita lakukan akan mendatangkan balasan yg sama. Demikian juga dalam relasi kerja ada yg namanya imbal jasa. Jasa baik yg kita lakukan selalu membuahkan imbalan yg setimpal. Tetapi berbeda dengan Sabda Yesus hari ini membuat kita diajak untuk belajar tentang ketulusan yg sejati. Sebagai bagian dari sekolah kehidupan yg penting. Dimana Yesus bersabda:
“Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia karena mereka tidak mempunyai apa apa untuk membalasnya kepadamu “.
Yesus menghendaki kita mengarahkan pandangan, perhatian dan kepedulian kepada orang kecil dan orang miskin bukan supaya dianggap wah. Dan dapat pujian atau imbalan sosial. Tetapi sebuah panggilan nurani. Sebagai pengikut Kristus kita selalu dilatih untuk memiliki kepekaan hati turut merasakan penderitaan sesama sebagai penderitaan Tuhan sendiri. Tuhan tidak butuh apa-apa dari kita, jika iman kita menggerakkan untuk mencintai-Nya maka otomatis cinta kita kepada Tuhan akan terungkap dalam passion kita terhadap sesama yg menderita. Karena sesama kita yg menderita adalah wajah Tuhan atau wajah aku yang lain yg terlihat di depan mata kita. Penderitaan jaman ini tentu tidak akan terlihat lagi dalam sosok cacat, buta, timpang karena kesadaran kesehatan makin tinggi, kemungkinan indikator miskin dgn kondisi ini akan sedikit prosentasenya. Namun bisa jadi penderitaan itu saat ini akan mengambil bentuk: Defisit kasih, kebutaan nurani, kecacatan psikologis dan sosial, kesepian, depresi dan tekanan ekonomi, atau tekanan hidup yg mungkin lebih berat dari kebutaan fisik. Miskin iman, miskin harapan dan miskin kasih. Sanggupkah kita memberi waktu untuk menemani, mendengarkan, mengasihi, mendoakan, menjadi teman yang baik, mendukungnya untuk bangkit tentu bukan hal yg mudah untuk kita lakukan. Apalagi jika ukuran kita membantu memiliki cara pandang yg berbeda. Namun yang sama adakah kualitas kita mencintai Tuhan juga bisa diungkapkan sejauh mana dan seberapa besar hati kita tertarik, tergerak dan berbuat untuk menaruh perhatian dan mengangkat keterpurukan mereka pada standar hidup yg makin bermartabat dengan passion kita untuk Tuhan dan kemanusiaan. Mereka yg menderita adalah aku yg lain, yang mesti hadir disekitar kita untuk kita rangkul. Semoga sabda ini terus menggerakkan hati kita mengikuti suara Tuhan, mata kita dengan mata Tuhan untuk melihat wajah-Nya dalam diri sesama yg menderita. Anak-anak yg kesepian, teman yg tak mampu memiliki keberanian membuat pilihan dalam hidup, dll. Semoga inspirasi Injil hari ini menjadi saat kita melatih kepekaan hati, sebagai sekolah iman, sekolah kasih dan sekolah kehidupan.
Contemplating
Mari kita heningkan jiwa, raga,rasa, hati, budi dan seluruh kesadaran kita masuk menyelami wajah Tuhan dalam diri sesama yg menderita.
Actuating
Pola hidup apa yg perlu kubiasakan dan kuubah untuk memaknai hari ke hari dengan kebaikan dan kasih bagi sesama.
Reflecting
Apakah hidupku setiap hari telah memperlihatkan pertumbuhan dan aroma kasih bagi sesama.
Praying
Allah Bapa di surga berilah kami hati yang damai dan bahagia, agar kami mampu melihat wajah-Mu dalam diri sesama yg memderita dan berani bertindak untuk kebaikan mereka seturut kehendak Kristus Putera-Mu Tuhan dan pengantara kami. Amin.
Salam Veritas
Berkah Dalem
Sr. Albertine. OP